10 Diplomat Indonesia Bersuara Merdu di Event “Untaian Nada Bersama Sekdilu-X Kemlu”
Rudhito Widagdo
Rudhito lahir di Pekalongan tahun 1956. Sewaktu di bangku SD Pangudi Luhur Yogyakarta, ia terpilih sebagai anggota koor, tugasnya menyanyi di Gereja Panembahan Senopati setiap Rabu pagi dan Sabtu pagi. S
elain itu, Widagdo juga menghibur pasien RS Panti Rapih setiap Selasa pagi yang diiringi oleh Bruder Yohannes. Pada Sabtu sore nyanyi di Studio Nusantara II RRI Yogyakarta. ”Believe it or not”, Mas nilai raport saya untuk menyanyi adalah 10”, kata Widagdo.
Dalam acara Untaian Nada Sekdilu X, WIdagdo membawakan lagu ”Jangan ada luka”, ciptaan Yan Antono dan Iwan Fals. Dalam tugas negara, Widagdo pernah ditempatkan di Sydney, Manila, Osaka, Tawau, Kota Kinabalu, dan Bandar Seri Begawan.
Elizabeth Heri Budiastuti
Elis panggilan akrabnya lahir di Yogyakarta. Meski sejak kecil sampai dewasa tidak pernah belajar berdeklamasi tetapi ketika ditawarkan membacakan kenangan teman-teman Sekdilu X yang telah meninggal, Elis tidak berpikir dua kali. Ini kehormatan bagi saya”, ujar Elis.
Elis sendiri selalu mengingat para sahabat baik yang sudah meninggal. ”Rasanya seperti mimpi saja waktu mendengar ada teman baik yang wafat, sedih rasanya”, pungkas Elis yang pernah ditempatkan di Perutusan Tetap RI di Brussels, KBRI Paris, KBRI Stockholm KBRI Pretoria dan KJRI Marseille.
Agus Syarif Budiman
Agus sering dipanggil ”Kang Maman”, mengingat sering menyelipkan kata-kata humor saat berbicara. Lahir di Bandung dan sejak kecil pernah diajari menyanyi dan kursus gitar serta ikut berbagai festival folk song di Bandung.
Agus SB pernah ditempatkan di Port Moresby, KJRI Hongkong, KJRI Hamburg dan KBRI Sanaa, Yaman. Bersama teman Angkatannya Henny Andries da Lopes, dalam acara ”Untaian Nada Sekdilu X”, Agus menyanyikan lagu ”What a Wonderful World”.